Thursday, December 1, 2016

Ketua DPD Irman Gusman ditangkap dalam operasi tangkap tangan KPK yang dilakukan pada Sabtu (17/09) dini hari di kediaman Ketua DPD tersebut

Melalui konferensi pers resmi di Gedung KPK, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan bahwa mereka telah menetapkan tiga orang tersangka, yaitu XSS dan MNI sebagai terduga pemberi suap dan IG sebagai terduga penerima suap.
Petugas KPK juga mengamankan uang senilai Rp100 juta dalam bungkusan yang menurut Agus, "(berada) di dalam rumah, petugas KPK meminta Pak IG menyerahkan bungkusan yang diduga merupakan pemberian dari XSS dan MNI".
Wakil Ketua KPK Laode Syarief menambahkan bahwa penyidik KPK sengaja menunggu terduga pemberi suap keluar dari dalam rumah IG, lalu "pemberi ditangkap di mobilnya, lalu dminta untuk menemani penyidik KPK masuk, lalu penyidik minta uang tersebut, bahkan uang itu diambil dari dalam kamar tidur yang bersangkutan (IG)."
Agus Rahardjo juga menyatakan bahwa pemberian terhadap IG disebut "terkait pengurusan kuota gula impor yang diberikan oleh Bulog terhadap CV SB pada 2016 untuk provinsi Sumbar".
Berdasarkan pemeriksaan dan gelar perkara, KPK, menurutnya, memutuskan peningkatan perkara jadi penyidikan dan menetapkan tiga tersangka.
Dalam kronologinya, Agus menjelaskan bahwa penangkapan dilakukan pada sekitar pukul 01.00 WIB.
Selain melakukan operasi tangkap tangan terkait kuota gula impor, XSS diduga juga memberikan uang sejumlah Rp365 juta bagi FZL, seorang jaksa yang menangani kasus hukum XSS di Pengadilan Tinggi Padang, namun "dalam proses persidangan FZL bertindak seolah-olah sebagai penasihat hukum XSS," ujar Alexander Marwata, Wakil Ketua KPK.
Sementara itu, Laode Syarief juga menambahkan bahwa, terkait 'pernyataan klarifikasi' yang disampaikan oleh akun Twitter Irman Gusman, "Saya meminta penghentian operasi dari Twitter yang bersangkutan karena memutar balik fakta yang sebenarnya. Semua prosedur penangkapan sudah sesuai SOP dan perkembangan yang berlaku, semua operasi tangkap tangan ini direkam secara profesional oleh penyidik-penyidik KPK sehingga semua informasi yang seakan bertentangan dengan fakta ini adalah bohong adanya."
Menurut Laode, IG tidak mendapat akses HP ataupun Twitter, dan akun tersebut dioperasikan oleh stafnya.
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/09/160917_indonesia_dpd_kpk

Brigjen Teddy Terbukti Korupsi, Divonis Penjara Seumur Hidup



 Majelis Hakim pada Pengadilan Militer tingkat II menjatuhkan vonis penjara seumur hidup kepada Brigjen TNI Teddy Hernayadi. Teddy dinyatakan bersalah atas kasus korupsi pengadaan Alutsista di Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Selain dihukum penjara seumur hidup, jenderal bintang 1 itu juga diwajibkan mengembalikan kerugian negara sebesar US$ 12.409 atau sekitar Rp 130 miliar dan dipecat dari TNI.

"Mengadili, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak korupsi seperti dakwaan primer dengan pidana penjara seumur hidup dan dipecat dari militer dan dituntut uang pengganti," kata Ketua Majelis Hakim Brigjen TNI Deddy Suryanto sambil mengetuk palu di dalam sidang di Pengadilan Militer tingkat II di Jakarta Timur, Rabu (30/11/2016).
Adapun yang memberatkan terdakwa Teddy yaitu karena perbuatannya mengancam keamanan negara. Kemudian Majelis hakim menegaskan tidak ada yang meringankan atas perbuatan terdakwa.
"Majelis hakim menilai tindakan terdakwa jelas mengancam pertahanan negara khususnya dalam alutsista. Terdakwa tidak patut karena sebagai petinggi TNI. Namun putusan ini bisa diuji dibanding," tambah ketua hakim.

Yang bersangkutan diduga menyalahgunakan wewenang saat masih berpangkat kolonel dan menjabat selaku Kabid Pelaksana Pembiayaan Kementerian Pertahanan periode 2010-2014.
Pantauan Liputan6.com, Brigjen Teddy hadir dalam sidang dengan seragam lengkap. Mengenakan baret hijau, dia berdiri di hadapan muka sidang dengan sikap siap. Brigjen Teddy didampingi oleh penasehat hukumnya, Letkol Martin Ginting.
Sidang yang digelar sejak pukul 10.00 WIB tadi dipimpin oleh Majelis Hakim Ketua Brigjen TNI Deddy Suryanto dan Brigjen TNI Hulwani serta Brigjen TNI Weni Okianto selaku majelis hakim anggota. Sementara bertindak sebagai Oditur ialah Brigjen Rachmad Suhartoyo dan panitera pengganti Kapten Arief Rahman.

Inspektur Jenderal Kementerian Pertahanan Marsekal Madya Ismono Wijayanto mengatakan, Teddy diduga menandatangani, menerbitkan surat tanpa izin dari atasannya, Kepala Pusat Keuangan Kementerian Pertahanan, bahkan Menteri Pertahanan selaku pengguna anggaran.
Ismono berharap kasus Teddy bakal menjadi terapi kejut bagi semua pejabat dan pegawai di lingkungan Kementerian Pertahanan. Jenderal bintang tiga Angkatan Udara itu juga sudah menyiapkan program pengawasan ketat untuk memberantas dan menangkal korupsi di Kementerian Pertahanan.                     


http://news.liputan6.com/read/2665716/terbukti-korupsi-brigjen-teddy-divonis-penjara-seumur-hidup

KASUS PLTU PAITON I Probolinggo kerugian negara US$ 800 juta atau sekitar 7,6 Trilyun Rupiah.

Kasus pidana Paiton I sudah tersedia bukti permulaan yang kuat yakni hasil audit investigasi BPKP . Kasus dugaan korupsi pengadaan listrik swasta Paiton I di Probolinggo bermula dari Lmarkup terhadap capital cost sebesar 48 persen dari seluruh nilai proyek yang sebesar Rp 7,015 triliun. Sebenarnya, Paiton I telah diaudit BPKP dan due diligence SNC-Lavalin. Kedua lembaga tersebut jelas-jelas menyatakan ada mark up dan rekayasa besar-besaran pada sisi proses penyiapan listrik swasta dan proses investasinya. Dalam Laporannya, BPKP membedah secara gamblang proses Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) yang terjadi, mulai dari perencanaan, proses mendapatkan Surat Ijin Prinsip, pembiayaan, pelaksanaan, produksi, distribusi, konsumsi, pembayaran dan berbagai previlege yang didapat dengan merugikan keuangan negara sekitar 
Kasus ini ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung). Dalam kasus tersebut bekas Direktur Utama PLN Zuhal dan bekas Dirut PLN Djiteng Marsudi sudah diperiksa. Menurut hasil penyelidikan Kejagung, proyek Paiton I dinilai melanggar keputusan presiden mengenai prosedur pengadaan listrik di lingkungan departemen yang harus melalui prosedur lelang. Indikasi kolusi terlihat dalam proses negosiasi melalui bukti Surat Menteri Pertambangan dan Energi tertanggal 13 Februari 1993.Dalam surat itu dinyatakan persetujuan, kesepakatan, dan nilai prematur yang tak sesuai dengan kondisi sebenarnya. 
Penyelidikan kasus Paiton I dihentikan Kejaksaan Agung (Kejagung) pada 2001. Pada akhir 2002, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memerintahkan Kejakgung melanjutkan proses penyidikan kasus PLTU Paiton I dalam sidang praperadilan yang diajukan oleh kelompok masyarakat. Namun, Kejagung tidak bertindak. Pada akhir 2004, sebuah organisasi non-pemerintah juga telah melaporkan kasus Paiton I ke KPK, namun anehnya hingga sekarang lembaga pemberantas korupsi itu tidak melakukan tindakan apapun. 


Sumber:
https://www.kaskus.co.id/thread/50c88cda0a75b4f152000000/13-kasus-korupsi-megasuper-terbesar-dalam-sejarah-bangsa-indonesia/

Alvarizky 10F kasus korupsi presiden soeharto

Kasus korupsi Presiden Soeharto

Siapa yang tidak tau akan bapak Presiden Soeharto ? Beliau merupakan bapak presiden republik indonesia yang ke-2, yang terkenal dengan slogannya " Pie Kabare, Isih Penak Jamanku Toh ! "

Sebagai presiden seharusnya dia bisa menjadi contoh yang baik untuk seluruh warga negaranya, tetapi bebedabeda dengan bapak presiden yang satu ini. Dialah satu-satunya presiden yang menjabat paling lama di indonesia yaitu selama 32 tahun, dan selama itu pula telah banyak penderitaan rakyat melalui banyaknya kasus dugaan korupsi yang terus dilakukan oleh pak Soeharto.

Kasus korupsi Soeharto yang terkenal adalah menyangkut tentang penggunaan uang negara oleh 7 buah yayasan miliknya, yaitu Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Supersemar, Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais), Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti (Dakab), Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, Yayasan Trikora. 

Hasil dari penyidikan kasus 7 yayasan Soeharto ini menghasilkan berkas setebal lebih dari dari 2000 halaman. Berkas ini berisi hasil pemeriksaan 134 saksi perkara dan 9 saksi ahli. Korupsi terbesar Soeharto ini erat kaitannya dengan penyalahgunaan kekuasaan dan pengaruhnya sebagai presiden, selain presiden ia juga sebagai panglima tertinggi ABRI yang paling berkuasa pada masa.

Menurut informasi majalah Time Asia korupsi yang dilakukan bapak Soeharto ini mencapai $US 15 Milyar atau sekitar Rp. 150 Triliun, Fantastis !. Kasus korupsi ini juga merupakan kasus korupsi dengan kerugian terbesar di dunia dan Pak harto menyandang predikat sebagai Presiden paling korup sepanjang sejarah dunia dan tentunya indonesia.

Banyak kasus korupsi pada masa Presiden soeharto merupakan dari sistem politik Orde Baru yang hanya menguntungkan sekelompok orang saja. Melihat besarnya harta haram hasil korupsi yang telah dikumpulkan oleh Soeharto, jelas lah bagi banyak orang indonesia Soeharto merupakan pengkhianat terbesar rakyat Indonesia.

Usaha untuk mengadili Soeharto selalu gagal karena kesehatannya yang semakin memburuk. Dan setelah menderita sakit berkepanjangan, ia meninggal dunia di Jakarta pada 27 Januari 2008. 

Ketua DPD Irman Gusman ditetapkan sebagai tersangka setelah operasi tangkap tangan KPK

Ketua DPD Irman Gusman ditangkap dalam operasi tangkap tangan KPK yang dilakukan pada Sabtu (17/09) dini hari di kediaman Ketua DPD tersebut.
Melalui konferensi pers resmi di Gedung KPK, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan bahwa mereka telah menetapkan tiga orang tersangka, yaitu XSS dan MNI sebagai terduga pemberi suap dan IG sebagai terduga penerima suap.
Petugas KPK juga mengamankan uang senilai Rp100 juta dalam bungkusan yang menurut Agus, "(berada) di dalam rumah, petugas KPK meminta Pak IG menyerahkan bungkusan yang diduga merupakan pemberian dari XSS dan MNI".
Wakil Ketua KPK Laode Syarief menambahkan bahwa penyidik KPK sengaja menunggu terduga pemberi suap keluar dari dalam rumah IG, lalu "pemberi ditangkap di mobilnya, lalu dminta untuk menemani penyidik KPK masuk, lalu penyidik minta uang tersebut, bahkan uang itu diambil dari dalam kamar tidur yang bersangkutan (IG)."
Agus Rahardjo juga menyatakan bahwa pemberian terhadap IG disebut "terkait pengurusan kuota gula impor yang diberikan oleh Bulog terhadap CV SB pada 2016 untuk provinsi Sumbar".
Berdasarkan pemeriksaan dan gelar perkara, KPK, menurutnya, memutuskan peningkatan perkara jadi penyidikan dan menetapkan tiga tersangka.
Dalam kronologinya, Agus menjelaskan bahwa penangkapan dilakukan pada sekitar pukul 01.00 WIB.
Selain melakukan operasi tangkap tangan terkait kuota gula impor, XSS diduga juga memberikan uang sejumlah Rp365 juta bagi FZL, seorang jaksa yang menangani kasus hukum XSS di Pengadilan Tinggi Padang, namun "dalam proses persidangan FZL bertindak seolah-olah sebagai penasihat hukum XSS," ujar Alexander Marwata, Wakil Ketua KPK.
Sementara itu, Laode Syarief juga menambahkan bahwa, terkait 'pernyataan klarifikasi' yang disampaikan oleh akun Twitter Irman Gusman, "Saya meminta penghentian operasi dari Twitter yang bersangkutan karena memutar balik fakta yang sebenarnya. Semua prosedur penangkapan sudah sesuai SOP dan perkembangan yang berlaku, semua operasi tangkap tangan ini direkam secara profesional oleh penyidik-penyidik KPK sehingga semua informasi yang seakan bertentangan dengan fakta ini adalah bohong adanya."
Menurut Laode, IG tidak mendapat akses HP ataupun Twitter, dan akun tersebut dioperasikan oleh stafnya.
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/09/160917_indonesia_dpd_kpk

Kasus korupsi Soeharto

Kasus dugaan korupsi Soeharto salah satunya menyangkut penggunaan uang negara oleh 7 buah yayasan yang diketuainya, yaitu Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Supersemar, Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais), Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti (Dakab), Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, Yayasan Trikora. Pada 1995, Soehartomengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 1995. Keppres ini menghimbau para pengusaha untuk menyumbang 2 persen dari keuntungannya untuk Yayasan Dana Mandiri.
Hasil penyidikan kasus tujuh yayasan Soeharto menghasilkan berkas setebal 2.000-an halaman. Berkas ini berisi hasil pemeriksaan 134 saksi fakta dan 9 saksi ahli, berikut ratusan dokumen otentik hasil penyitaan dua tim yang pernah dibentuk Kejaksaan Agung, sejak tahun 1999
Uang negara 400 miliar mengalir ke Yayasan Dana Mandiri antara tahun 1996 dan 1998. Asalnya dari pos Dana Reboisasi Departemen Kehutanan dan pos bantuan presiden. Dalam berkas kasus Soeharto, terungkap bahwa Haryono Suyono, yang saat itu Menteri Negara Kependudukan dan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, mengalihkan dana itu untuk yayasan. Ketika itu, dia masih menjadi wakil ketua di Dana Mandiri. Bambang Trihatmodjo, yang menjadi bendahara yayasan ini, bersama Haryono, ternyata mengalirkan lagi dana Rp 400 miliar yang telah masuk ke yayasan itu ke dua bank miliknya, Bank Alfa dan Bank Andromeda, pada1996-1997, dalam bentuk deposito.
Sumber : Wikipedia

Majalah TIME Edisi 14 Mei 1999 Volume 153 Nomor 20 menulis artikel tentang kekayaan mantan Presiden Soeharto, dengan judul ''Soeharto Inc. How Indonesia's Longtime Boss Built a Family Fortune'' (Perusahaan Soeharto. Kiat Boss Indonesia Kawakan Membangun Kekayaan Keluarga, red). 

Pada edisi yang sama, majalah itu juga memberitakan adanya transfer dana sebesar US$ 9 miliar dari Swiss ke sebuah rekening bank di Austria yang diduga milik mantan presiden Soeharto serta mengungkap harta kekayaan anak-anak Soeharto di luar negeri.. 
Tapi pada tahun 2007 Mahkamah Agung memenangkan gugatan mantan presiden Soeharto terhadap majalah TIME Asia tersebut. Dengan putusan tersebut, majalah TIME Asia diperintahkan membayar ganti rugi immateriil senilai Rp 1 triliun kepada penguasa Orde Baru itu. 
Kemudian pada hari Kamis 16 April 2009. Ma mengabulkan Peninjauan Kembali kasus tersebut sehingga Time tidak perlu lagi membayar Rp 1 triliun
Sumber : viva news
Dan Satu poin penting kasus ini adalah 4 Presiden & 8 Jaksa Agung Gagal Buktikan Pak Harto Korupsi.
sumber : [URL="http://news.detik..com/index.php/detik.read/tahun/2008/bulan/01/tgl/15/time/064443/idnews/878988/idkanal/10"]detiknews[/URL]

kasus hambalang

2. Kasus Hambalang

Penyelidikan KPK atas dugaan adanya aliran dana proyek Hambalang dilakukan mulai pertengahan 2012. KPK telah menetapkan sejumlah tersangka, diantaranya yakni Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Kabinet Indonesia Bersatu II, Andi Alfian Mallarangeng, serta Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar. Belakangan, KPK berhasil mengungkap keterlibatan Anas Urbaningrum berdasarkan kesaksian mantan bendahara Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin.
Dalam berbagai kesempatan, Nazaruddin mengaku uang hasil dugaan korupsi proyek tersebut digunakan untuk biaya pemenangan Anas dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung pada 2010 lalu. Anas sempat membantah telah menerima hadiah berupauang, barang, dan fasilitas senilai Rp 116, 8miliar dan US$ 5,26 juta. Dia juga berulang kali menyebut dirinya sebagai pihak yang dikorbankan.
Namun demikian, dalam persidangan pada awal 2014, pria kelahiran 1969 ini terbukti menerima hadiah dari berbagai proyek pemerintah serta melakukan pencucian uang dengan membeli rumah di Jakarta dan sepetak lahan di Yogyakarta senilai Rp 20,8 miliar. Anas juga disebut menyamarkan asetnya berupa tambang di Kutai Timur, Kalimantan Timur. Amar putusan majelis hakim juga mengungkapkan, uang yang diperoleh Anas sebagian disimpan di Permai Group untuk digunakan sebagai dana pemenangan untuk posisi Ketua Partai Demokrat.
Atas kesalahannya tersebut, Anas Urbaningrum divonis hukuman 8 tahun pidana penjara serta pidana denda sebesar Rp300 juta dan keharusan membayar uang pengganti kerugian negara sedikitnya Rp 57,5 miliar. Putusan ini berbeda dengan tuntutan jaksa yang menuntut Anas dihukum 15 tahun penjara, membayar uang pengganti Rp 94,18 miliar, serta mencabut hak politiknya.

kasus korupsi jendral polisi

KASUS SIM Simulator, Libatkan Dua Jenderal Polisi

PADA 2011 KPK melakukan penyidikan KASUS dugaan korupsi pengadaan alat simulator Surat Izin Mengemudi (SIM) di Korlantas Polri. Penyidikan Proyek senilai Rp 198 tersebut menyeret nama-nama di petinggi Mabes Polri, shalat Satunya yakni Kepala Korps Lalu Lintas Mabes Polri Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo. Djoko ditetapkan Sebagai tersangka Bersama DENGAN orangutan lainnya beberapa, yakni Brigjen Didik Purnomo, Direktur PT Budi Susanto CMMA, PT Inovasi Teknologi dan Direktur Indonesia, Bambang Sukotjo.
Perbuatan tersebut * Menurut penghitungan BPK mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp121,3 miliar. Djoko, Jenderal bintang dua Yang also Gubernur Akademi Kepolisian ITU Diri Sendiri diduga memperkaya (through Tindak Pidana Pencucian Uang) ATAU orangutan berbaring ATAU hearts Korporasi sebagaimana diatur Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. PADA September 2013, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan  vonis 10 Tahun  Dan Bagi Denda Rp500 juta Jenderal darah.
Djoko Susilo kemudian mengajukan permohonan banding differences vonis tersebut, namun Pengadilan Tinggi Jakarta justru Menambah hukuman Djoko Dari 10 Tahun Menjadi 18 Tahun Serta memerintahkan Djoko Yang sebelumnya Saat ini BUANA di Lapas Sukamiskin, Bandung, membayar Uang Pengganti Rp32 miliar, Dan sejumlah pidana Tambahan, ANTARA berbaring : pencabutan hak untuk review memilih dipilih Dan ITU hearts Jabatan publik.Sementara, tersangka berbaring yakni Brigjen Didik Purnomo, also Telah ditetapkan Sebagai tersangka Oleh KPK.
Didik selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Proyek Penyanyi hearts disebut Terbukti MENERIMA Rp 50 Juta Dari Pengusaha Budi Susanto untuk review memuluskan PT CMMA Sebagai penggarap Proyek simulator. Budi Santoso Sendiri Sempat dijatuhi vonis 8 Tahun Dan Penjara Kewajiban membayar ganti meraung sebesar Rp 17,1 miliar PADA Awal 2014 Lalu. Di Tingkat kasasi, MA mengabulkan kasasi Upaya diajukan Oleh Yang Jaksa KPK Dan memvonis Direktur PT CMMA tersebut DENGAN LEBIH Berat hukuman Berupa 14 Tahun Penjara Serta Kewajiban membayar ganti meraung Ke gatra Hingga Rp 88,4 miliar.
SEMENTARA ITU, PADA Mei 2012 Sukotjo Bambang divonis Majelis Pengadilan Hakim Negeri Bandung Selama 3,5 Penjara Sekitar Tahun untuk review Rp 38 miliar pengadaan simulator kemudi di Korlantas Polri. Putusan Tingkat Pertama INI 3 tahun Lalu diperberat Menjadi dan 10 bulan Oleh Pengadilan Tinggi Bandung. Atas doa Putusan tersebut Bambang melakukan kasasi Ke Mahkamah Agung per 8 Agustus 2012 namun ditolak.
 https://www.selasar.com/politik/5-kasus-korupsi-era-kpk-yang-sempat-heboh


Korupsi Eddy Tansil

Eddy Tansil atau Tan Tjoe Hong] atau Tan Tju Fuan (lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 2 Februari 1953; umur 59 tahun) adalah seorang pengusaha Indonesia keturunan Tionghoa yang keberadaanya kini tidak diketahui. Ia melarikan diri dari penjara Cipinang, Jakarta, pada tanggal 4 Mei 1996 saat tengah menjalani hukuman 20 tahun penjara karena terbukti menggelapkan uang sebesar 565 juta dolar Amerika (sekitar 1,5 triliun rupiah dengan kurs saat itu) yang didapatnya melalui kredit Bank Bapindo melalui grup perusahaan Golden Key Group.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghukum Eddy Tansil 20 tahun penjara, denda Rp 30 juta, membayar uang pengganti Rp 500 miliar, dan membayar kerugian negara Rp 1,3 triliun. Sekitar 20-an petugas penjara Cipinang diperiksa atas dasar kecurigaan bahwa mereka membantu Eddy Tansil untuk melarikan diri.
Sebuah LSM pengawas anti-korupsi, Gempita, memberitakan pada tahun 1999 bahwa Eddy Tansil ternyata tengah menjalankan bisnis pabrik bir di bawah lisensi perusahaan bir Jerman, Becks Beer Company, di kota Pu Tian, di propinsi Fujian, China. Namun entah kenapa tidak ada kelanjutannya.
Pada tanggal 29 Oktober 2007, Tempo Interactive memberitakan bahwa Tim Pemburu Koruptor (TPK) - sebuah tim gabungan dari Kejaksaan Agung, Departemen Hukum dan HAM, dan Polri, telah menyatakan bahwa mereka akan segera memburu Eddy Tansil. Keputusan ini terutama didasari adanya bukti dari PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) bahwa buronan tersebut melakukan transfer uang ke Indonesia satu tahun sebelumnya
Sumber : 
Wikipedia

Monday, November 21, 2016

Kasus Korupsi Artalyta Suryani


Artalyta Suryani alias Ayin adalah seorang pengusaha Indonesia yang dikenal karena keterlibatannya dalam kasus penyuapan jaksa kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Artalyta dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dan dijatuhi vonis 5 tahun penjara pada tanggal 29 Juli 2008 atas penyuapan terhadap Ketua Tim Jaksa Penyelidik Kasus BLBI Urip Tri Gunawan senilai 660.000 dolar AS. Kasus ini mendapat banyak perhatian karena melibatkan pejabat-pejabat dari kantor Kejaksaan Agung, dan menyebabkan mundur atau dipecatnya pejabat-pejabat negara. Kasus ini juga melibatkan penyadapan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan hasil penyadapan tersebut diputar di stasiun-stasiun televisi nasional Indonesia.

Artalyta ditangkap oleh petugas KPK pada awal Maret 2008, sehari setelah Urip Tri Gunawan tertangkap dengan uang 660.000 dolar AS di tangan. Urip adalah Ketua Tim Jaksa Penyelidik Kasus BLBI yang melibatkan pengusaha besar Sjamsul Nursalim. Kejaksaan menghentikan penyelidikan tersebut melalui Jaksa Agung Muda Kemas Yahya Rahman pada tanggal 29 Februari 2008. Percakapan antara Artalyta, Urip dan Kemas yang disadap oleh KPK menunjukkan adanya suap dan keterlibatan Artalyta dalam penghentian kasus BLBI tersebut. Dalam pengadilan Artalyta mengaku tidak bersalah, dan menyatakan uang tersebut merupakan bantuan untuk usaha bengkel Urip. Majelis Hakim menolak pengakuan tidak bersalah Artalyta, dan menilai perbuatan Artalyta telah mencederai penegakan hukum di Indonesia. Majelis Hakim juga menganggap kenyataan bahwa Artalyta tidak mengakui kesalahannya serta memberikan pernyataan yang berbelit-belit di pengadilan sebagai hal yang memberatkannya. Majelis Hakim menjatuhkan vonis penjara lima tahun serta denda 250 juta rupiah kepada Artalyta, sesuai tuntutan jaksa dan hukuman maksimal untuk penyuapan pejabat negara dalam undang-undang.













Sunday, November 20, 2016

Kasus Korupsi Izedrik Emir Moeis



Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menghukum politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Izedrik Emir Moeis dengan 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan. Hakim menilai Emir terbukti menerima hadiah atau janji dari konsorsium Alstom Power Incorporate Amerika Serikat dan Marubeni Incorporate Jepang sebesar US$ 357 ribu saat menjabat Wakil Ketua Komisi Energi DPR.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 3 tahun dan denda Rp 150 juta dengan ketentuan jika denda tak dibayar diganti kurungan selama 3 bulan," kata ketua majelis hakim Matheus Samiaji saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 14 April 2014.

Hukuman ini lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi. Sebelumnya, mereka meminta majelis menghukum mantan Ketua Komisi Keuangan DPR tersebut dengan pidana 4,5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 5 bulan kurungan.

Hakim menilai duit itu sebagai hadiah lantaran Emir mengupayakan konsorsium Alstom Power menjadi pemenang proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tarahan, Lampung, pada 2004. Hakim Sofialdi mengatakan agar menang dalam lelang proyek PLTU Tarahan tahun 2004, konsorsium Alstom menunjuk Presiden Pasific Resources Inc, Pirooz Muhammad Sarafi untuk mengurus proyek tersebut. Pirooz dianggap memiliki hubungan dengan pejabat di Indonesia serta menjadi teman Emir semasa menjadi mahasiswa di Amerika Serikat. Pirooz kemudian berusaha meminta bantuan Emir.

Emir, kata Sofialdi, dijanjikan mendapat bagian fee yang diterima deri Alstom setelah tender dimenangkan konsorsium Alstom Power. Pada 2005 dan 2006, menurut dia, Pirooz mendapat bayaran fee dari Alstom US$ 506.308 atau 1 persen dari nilai kontrak. Namun, tidak semuanya dikirim ke Emir. Uang tersebut beberapa kali dikirim ke Emir melalui rekening PT Artha Nusantara Utama untuk menyamarkan suap. Setelah uang dari Pirooz masuk ke PT ANU, Emir meminta Yuliansah Zulkarnain menyetorkan US$ 357 ribu ke rekeningnya di Bank Century.

Emir dan Alstom Power Inc beberapa kali bertemu untuk membahas pemenangan konsorsium Alstom Power Inc. Beberapa pertemuan itu dilakukan di Prancis dan Washington D.C., Amerika Serikat, pada Desember 2002 atas biaya Alstom. Konsorsium Alstom akhirnya diputuskan menjadi pemenang dalam pekerjaan dengan nilai kontrak US$ 117,281 ribu dan Rp 8,917 miliar tersebut pada 6 Mei 2004.

Dua anggota majelis hakim, yakni Afiantara dan Anas Mustakim memberikan pendapat beda dalam menghukum Emir. Afiantara dan Anas menilai Emir menerima duit US$ 423 ribu dolar. "Meskipun menerima duit, Emir tidak melakukan fungsi pengawasan sebagai anggota DPR untuk proyek Tarahan," ujar Afiantara.

Menanggapi putusan tersebut, Emir masih akan pikir-pikir. "Kami akan mempelajari putusan tadi secara rinci dan membahas dengan tim penasihat hukum," ujarnya. Jika pun banding, kata dia, bukan masalah jumlah hukumannya. "Tapi kedaulatan hukum yang lebih penting dari intervensi asing," ujar Emir.

Kasus Korupsi Brotoseno

Ajun Komisaris Besar Brotoseno, Eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut ditangkap Tim Sapu Bersih Pungutan Liar bekerjasama dengan Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, lantaran terendus 'mengamankan' kasus sawah fiktif.
Brotoseno ditangkap dikediamannya, Jumat 11 November 2016. Uang senilai Rp 1,9 miliar disita sebagai barang bukti penyuapan.

Sementara, rekannya Kompol D ditangkap saat berada mes perwira Polri dengan barang bukti uang pecahan seratus ribu rupiah sekitar Rp 150 juta. Keduanya diduga menerima suap dari pengacara HR, salah satu pihak yang berperkara. Keduanya dijanjikan uang Rp 3 miliar, agar pemeriksaan terhadap klien HR berinisial DI tidak dilakukan terburu-buru.
Mereka terjaring operasi sapu bersih pungutan liar yang dibentuk Polri.
uang sebesar Rp 1,9 miliar yang telah diamankan Propam diberikan secara bertahap oleh HR kepada D dan Brotoseno. Berdasarkan pengakuan keduanya, uang tersebut diterima pada Oktober dan awal November 2016.

Brotoseno adalah perwira menengah aktif yang berdinas di Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Bareskrim. Sementara DSY merupakan penyidik di Direktorat Tindak Pidana Umum (Tipidum).
Broto memang tengah disibukan menangani kasus dugaan korupsi cetak sawah. Sebuah proyek urunan perusahaan pelat merah yang saat itu dijabat Menteri BUMN Dahlan Iskan. Proyek yang berlangsung 2012-2014 ini menghabiskan 360 miliar. 


Bareskrim menetapkan mantan Direktur Utama PT Sang Hyang Seri, Upik Rosalina Wasrin sebagai tersangka. Sementara itu, nama Dahlan Iskan ikut terseret dalam pusara kasus tersebut. Dahlan sampai saat ini masih berstatus saksi.

Polri, Dalam pemeriksaan, baik AKBP Brotoseno maupun Kompol D sudah mengakui perbuatan mereka. 
Selain dua perwira menengah, dua orang yang diduga menyuap dan mengaku sebagai pengacara Dahlan Iskan juga ikut ditangkap. Sementara Dahlan, usai diperiksa di Polda Jatim membantah mengenal dua orang yang mengaku sebagai pengacaranya. Keempatnya ditahan terpisah. Alasannya agar keempat tersangka tidak melakukan pemufakatan di dalam sel yang sama.

Kasus penerimaan suap oleh dua perwira menengah Polri ini sudah masuk dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 pada 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Perkara tersebut kini sudah dilimpahkan ke Bareskrim Polri untuk disidik pidananya. Menurut Boy Rafli, hukuman berat menanti kedua pamen tersebut. Termasuk sanksi pemberhentian dengan tidak hormat sebagai anggota Polri. Boy mengatakan, setiap anggota Polri wajib menjaga dan meningkatkan citra Polri dan menjaga kehormatan polri.

Polisi menyita barang bukti uang suap sebesar Rp 2,9 miliar dalam kasus.
Rinciannya,  Rp 1,7 miliar disita dari tangan AKBP Brotoseno. Rp 150 juta dari Kompol DSY dan uang sebesar Rp 1,1 miliar dari perantara suap berinisial LMB. Kemudian ada juga bonggol kertas pengikat uang yang bertuliskan nama salah satu bank swasta nasional.

Kasus Brotoseno kembali menjadi ujian bagi Polri dalam menjalankan profesionalitasnya sebagai penegak hukum. Berkas Brotoseno yang juga penyidik di Dit Tipikor sudah berada di meja direktorat yang menaunginya. Tanpa pandang bulu, kasus tersebut harus berjalan hingga ke meja hijau.

Friday, November 18, 2016


Contoh Kasus Korupsi

Akil Mochtar
Kasus ini menjadi paling hangat karena kasusnya seolah-seolah meruntuhkan kekuatan hukum di Indonesia. Bagaimana tidak, posisinya sebagai ketua Mahkamah Konstitusi yang bisa disuap oleh tubagus dalam sengketa pilkada Lebak menjadikan masyarakat sudah berpresepsi jelek terhadap hukum yang ada di Indonesia. Artinya dari kepala desa sampai ketua MK bisa disuap dengan mudah. Yang lebih membuat kasus ini heboh adalah pernyataan Akil sendiri yang mengatakan bahwa koruptor harus dipotong jarinya, giliran dia yang korupsi paling hanya kuku dan rambut saja yang dipotong. Apalagi Akil ditangkap karena ketangkap basah menerima uang suap sebesar 1.000.000.000, otomatis ketua MK ini tidak bisa mengelak.

Korupsi Simulator SIM

Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia Sukotjo Sastronegoro Bambang dihukum empat tahun penjara setelah diadili.Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi mengadili Sukotjo dengan hukuman 4 tahun di penjara dan didenda Rp 200 juta subsider tiga bulan.

Salah dia adalah melakukan pengadaan driving simulator untuk mtor dan mobil pada Korps Lalu Lintas Polri tahun anggaran 2011. Ia telah mencuri Rp 121 miliar dari uang negara. Rp 3,9 miliar dalam perkara pengadaan driving simulator, direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi sebesar Rp 88,4 juta, Inspektur Jenderal Djoko Susilo (Rp 32 miliar), Brigadir Jenderal Didik Purnomo (Rp 50 juta).

Ia harus membayar uang pengganti kerugian negara Rp 3,9 miliar. Sebelumnya, jaksa menuntutnya dihukum empat tahun enam bulan penjara dengan denda Rp 200 juta subsider enam bulan. Ia juga harus membayar kembali kerugian negara.
Kasus Reklamasi Pantai Jakarta, KPK Kembali Periksa Anggota DPRD

ANGGOTA Badan Legislasi Daerah DPRD DKI Jakarta Ongen Sangaji kembali diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi. Dia akan dimintai keterangan dalam kasus dugaan suap terkait rancangan peraturan daerah soal reklamasi Teluk Jakarta.

Ketua DPD Hanura DKI Jakarta itu pun sudah tiba di Gedung KPK pukul 09.50 WIB untuk memenuhi panggilan penyidik. Dia mengaku akan diminta keterangan untuk tersangka M Sanusi, ketua Komisi D DPRD DKI.

"Iya masih untuk MSN," kata Ongen di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (7/6).

Ongen pun enggan mengomentari soal materi pemeriksaan kali ini. Ketika dicecar apakah akan dikorek soal aliran suap dalam kasus ini, dia hanya berkilah.

"Saya belum tahu. Makanya saya ini dipanggil sebagai Balegda," papar dia sembari memasuki Lobi KPK.

KPK tak hanya memanggil Ongen. Tiga legislator DKI juga bakal diperiksa. Mereka adalah Hasbiallah Ilyas, Yuke Yurike, dan Bestari Barus.

"Mereka diperiksa untuk tersangka MSN," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati.
Kasus terkait reklamasi Teluk Jakarta terbongkar ketika KPK mencokok Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta M Sanusi dan Personal Assistant PT Agung Podomoro Land Trinanda Prihantoro pada Kamis malam, 31 Maret 2016. Sanusi baru saja menerima uang dari Trinanda melalui seorang perantara.

Lembaga antikorupsi itu mengamankan uang sebesar Rp1,140 miliar yang diduga merupakan suap untuk Sanusi. Politikus Gerindra ini diketahui telah menerima sekitar Rp2 miliar dari PT APL secara bertahap.

Uang diduga sebagai suap terkait pembahasan raperda tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi DKI Jakarta 2015-2035. Selain itu, fulus juga terkait raperda tentang rencana kawasan tata ruang kawasan strategis pantai Jakarta Utara.

KPK menetapkan tiga tersangka pada kasus ini. Mereka adalah M Sanusi, Trinanda, dan Presiden Direktur PT APL Ariesman Widjaja yang kini sudah mendekam dalam rumah tahanan.

Dalam menelusuri kasus ini, KPK terus-menerus memeriksa para saksi. Pada Selasa 10 Mei, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok diperiksa.

Saksi lain dari lingkungan Pemprov DKl yang sudah sempat dipanggil yakni Kepala Bappeda Tuti Kusumawati hingga Kepala BPKAD Heru Budi Hartono. Penyidik juga telah memeriksa Sunny Tanuwidjaja yang tak lain staf khusus Ahok bahkan KPK telah mencegahnya bepergian keluar negeri.

KPK juga memanggil beberapa saksi dari lingkungan DPRD. Mereka di antaranya, Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi, Wakil Ketua DPRD DKI M. Taufik, Wakil Ketua Balegda Merry Hotma, Anggota Balegda Muhammad Sangaji hingga Ketua Pansus Reklamasi Selamat Nurdin.

KPK juga memeriksa beberapa pengusaha yang terlibat dalam proyek reklamasi ini. Beberapa di antaranya, Chairman Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan, dan CEO Pluit City Halim Kumala hingga Nono Sampono.

kasus korupsi Artalyta

KASUS KORUPSI YANG MELIBATKAN PEJABAT NEGARA

Artalyta Suryani alias Ayin adalah seorang pengusaha Indonesia yang dikenal karena keterlibatannya dalam kasus penyuapan jaksa kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Artalyta dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dan dijatuhi vonis 5 tahun penjara pada tanggal 29 Juli 2008 atas penyuapan terhadap Ketua Tim Jaksa Penyelidik Kasus BLBI Urip Tri Gunawan senilai 660.000 dolar AS. Kasus ini mendapat banyak perhatian karena melibatkan pejabat-pejabat dari kantor Kejaksaan Agung, dan menyebabkan mundur atau dipecatnya pejabat-pejabat negara.[1] Kasus ini juga melibatkan penyadapan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan hasil penyadapan tersebut diputar di stasiun-stasiun televisi nasional Indonesia.

Artalyta ditangkap oleh petugas KPK pada awal Maret 2008, sehari setelah Urip Tri Gunawan tertangkap dengan uang 660.000 dolar AS di tangan. Urip adalah Ketua Tim Jaksa Penyelidik Kasus BLBI yang melibatkan pengusaha besar Sjamsul Nursalim. Kejaksaan menghentikan penyelidikan tersebut melalui Jaksa Agung Muda Kemas Yahya Rahman pada tanggal 29 Februari 2008. Percakapan antara Artalyta, Urip dan Kemas yang disadap oleh KPK menunjukkan adanya suap dan keterlibatan Artalyta dalam penghentian kasus BLBI tersebut. Dalam pengadilan Artalyta mengaku tidak bersalah, dan menyatakan uang tersebut merupakan bantuan untuk usaha bengkel Urip. Majelis Hakim menolak pengakuan tidak bersalah Artalyta, dan menilai perbuatan Artalyta telah mencederai penegakan hukum di Indonesia. Majelis Hakim juga menganggap kenyataan bahwa Artalyta tidak mengakui kesalahannya serta memberikan pernyataan yang berbelit-belit di pengadilan sebagai hal yang memberatkannya. Majelis Hakim menjatuhkan vonis penjara lima tahun serta denda 250 juta rupiah kepada Artalyta, sesuai tuntutan jaksa dan hukuman maksimal untuk penyuapan pejabat negara dalam undang-undang.

Proses hukum Artalyta Suryani dalam kasus penyuapan Jaksa BLBI

21 Mei 2008
Artalyta Suryani, diancam hukuman penjara maksimal lima tahun dan minimal satu tahun, dalam dakwaan primer jaksa.

18 Juni 2008
Sidang tindak pidana korupsi dengan terdakwa Artalyta Suryani kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Agenda siang ini masih mendengar keterangan saksi yaitu staf pegawai Kejaksaan Agung bernama Paino dan rekan Artalyta Suryani yang bernama Romulus Pranata.

14 Juli 2008
Dalam persidangan, Artalyta membantah rekaman suara yang selama ini diperdengarkan sebagai suaranya.

18 Juli 2008
JPU menolak pembelaan yang diajukan Artalyta.

21 Juli 2008
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) hari ini kembali menyidangkan Arhalyta Suryani sebagai terdakwa dalam kasus suap terhadap Jaksa Urip Tri Gunawan dengan agenda pembacaan duplik atau pembelaaan atas replik Jaksa Penuntut Umum Artalyta. Saat hadir di ruang persidangan pagi tadi Artalyta tampak lesu.

29 Juli 2008
Terdakwa penyuap Jaksa Urip Tri Gunawan, Artalyta Suryani, dihukum sesuai tuntutan jaksa, yaitu selama lima tahun, dan denda Rp 250 juta, oleh Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Ketua Majelis Hakim Mansyurdin Chaniago bersama empat hakim lainnya menyatakan tidak ada alasan yang meringankan dari perbuatan Artalyta. Mereka menilai perbuatan wanita yang biasa disapa Ayin itu telah mencederai tatanan penegakan hukum di Indonesia. Terdakwa juga tidak mengakui kesalahannya serta memberikan keterangan yang berbelit-belit yang memberatkan hukuman.

4 November 2008
Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menambah hukuman Artalyta Suryani lima bulan kurungan dari sebelumnya lima tahun penjara dan denda Rp. 250 juta menjadi lima tahun penjara dan denda Rp. 250 juta subsider lima bulan kurungan

21 Februari 2009
Artalyta Suryani, tetap divonis lima tahun penjara oleh Mahkamah Agung (MA). Majelis hakim MA menolak upaya hukum kasasi yang diajukan Artalyta. Ketua majelis hakim Artidjo Alkotsar di Jakarta. Putusan tersebut menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Tipikor yang menghukum Artalyta lima tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider lima bulan kurungan.

Rekaman penyadapan

Rekaman percakapan Artalyta dengan para jaksa yang disadap oleh KPK menarik banyak perhatian publik. Percakapan tersebut diputar berulang-ulang di media elektronik, dicetak di media cetak, serta bahkan dijadikan nada dering telepon genggam.

Kasus Korupsi Muhammad Syakir

KASUS KORUPSI MUHAMMAD SYAKIR 



Muhammad Syakir, Direktur PT Soegih Interjaya (SI), akhirnya didakwa karena memberi suap kepada mantan Direktur Pengolahan PT Pertamina Suroso Atmomartoyo. Syakir didakwa memberikan Suroso uang sebesar US$ 190.000 agar Suroso menyetujui perusahaan OCTEL melalui PT SI menjadi penyedia atau pemasok Tetraethyl Lead (TEL) untuk kebutuhan kilang-kilang minyak milik PT Pertamina periode Desember 2004 dan 2005.
Di tahun 1982, PT SI ditunjuk oleh OCTEL atau Innospec untuk menjadi agen tunggal penjualan TEL di Indonesia. TEL merupakan bahan tambahan agar mesin tidak berbunyi dan meningkatkan nilai oktan pada bahan bakar. Namun, penggunaannya memiliki racun yang tinggi sehingga memproduksi gas berbahaya bagi kesehatan. Di tahun 2003, OCTEL dan PT Pertamina menandatangani nota kesepahaman yang menyepakati pembelian TEL akan dilakukan dalam jangka waktu 2003 sampai September 2004. Saat itu, mereka sepakat membeli dengan harga US$ 9.975 per metrik ton.
Di waktu yang bersamaan, Pemerintah Indonesia sedang mencanangkan proyek langit biru yang salah satu programnya adalah penghapusan timbal (TEL) dalam bensin dan solar dalam negeri. Program yang direncanakan ini saat itu dinilai menghambat kelancaran kerjasama Innospec dan Pertamina yang terus menyalurkan TEL ke Indoneisa. Karena alasan itulah, Direktur PT SI lainnya, Willy Sebastian Liem mencari strategi untuk memperpanjang penggunaan TEL di Indonesia.
Strategi yang didapatkan yakni mengusahakan penggunaan Plutocen sebagai oktan alternatif. Hal ini diikuti permintaan imbalan sejumlah uang untuk para pejabat Pertamina dengan alasan perusahaan lain pemasok Plutocen kepada PT Pertamina juga memberikan imbalan yang setara. Di sisi lain, ada perusahaan pemasok TEL lain yakni TDS Chemical Co, Ltd yang memiliki harga penawaran yang lebih murah yakni US$ 9.250 per metrik ton. Willy kemudian berupaya agar TDS Chemical tidak mendapatkan kontrak pengadaan TEL untuk kilang-kilang Pertamina.
Pada Juli 2004, Syakir melakukan negosiasi harga dengan direksi PT Pertamina, termasuk Suroso berkaitan dengan masa nota kesepahaman antara OCTEL dan PT Pertamina yang akan berakhir. Dalam negosiasi itu, PT SI menolak menurunkan harga ke 9.250 per metrik ton. Setelah diangkat sebagai Direktur Pengolahan PT Pertamina yang berwenang menandatangani dan menyetujui pembelian TEL, Suroso diberi sejumlah uang oleh CEO OCTEL, Paul Jennings atas saran dari Willy yakni sebesar US$ 500 per metrik ton untuk pesanan yang diterima sebelum akhir tahun 2004 dengan harga US$ 11.000 per metrik ton sampai maksimum 450 metrik ton.
Suroso kemudian memperoleh total US$ 225.000. Akhir Desember 2004, PT SI dan Pertamina melakukan negosiasi harga TEL untuk kebutuhan Pertamina pada bulan Desember 2004 dengan harga 10.750 dollar AS per metrik ton. Padahal, harga sebelumnya 9.975 dollar AS per metrik ton. Berdasarkan surat dakwaan, Willy membuka rekening atas nama Suroso Atmomartoyo di United Overseas Bank (UOB) Singapura untuk mengirimkan uang fee hasil penjualan TEL oleh PT SI ke rekening tersebut sebesar 190.000 dollar AS.
Atas perbuatannya, Syakir dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Kasus korupsi hambalang

Penyelidikan KPK atas dugaan adanya aliran dana proyek Hambalang dilakukan mulai pertengahan 2012. KPK telah menetapkan sejumlah tersangka, diantaranya yakni Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Kabinet Indonesia Bersatu II, Andi Alfian Mallarangeng, serta Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar. Belakangan, KPK berhasil mengungkap keterlibatan Anas Urbaningrum berdasarkan kesaksian mantan bendahara Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin.
Dalam berbagai kesempatan, Nazaruddin mengaku uang hasil dugaan korupsi proyek tersebut digunakan untuk biaya pemenangan Anas dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung pada 2010 lalu. Anas sempat membantah telah menerima hadiah berupauang, barang, dan fasilitas senilai Rp 116, 8miliar dan US$ 5,26 juta. Dia juga berulang kali menyebut dirinya sebagai pihak yang dikorbankan.
Namun demikian, dalam persidangan pada awal 2014, pria kelahiran 1969 ini terbukti menerima hadiah dari berbagai proyek pemerintah serta melakukan pencucian uang dengan membeli rumah di Jakarta dan sepetak lahan di Yogyakarta senilai Rp 20,8 miliar. Anas juga disebut menyamarkan asetnya berupa tambang di Kutai Timur, Kalimantan Timur. Amar putusan majelis hakim juga mengungkapkan, uang yang diperoleh Anas sebagian disimpan di Permai Group untuk digunakan sebagai dana pemenangan untuk posisi Ketua Partai Demokrat.
Atas kesalahannya tersebut, Anas Urbaningrum divonis hukuman 8 tahun pidana penjara serta pidana denda sebesar Rp300 juta dan keharusan membayar uang pengganti kerugian negara sedikitnya Rp 57,5 miliar. Putusan ini berbeda dengan tuntutan jaksa yang menuntut Anas dihukum 15 tahun penjara, membayar uang pengganti Rp 94,18 miliar, serta mencabut hak politiknya.

Thursday, November 17, 2016

Kasus Korupsi Gayus Tambunan


Kasus Korupsi Gayus Tambunan



Latar Belakang. Gayus Halomoan Partahanan Tambunan atau biasa disebut Gayus Tambunan (lahir di Jakarta, 9 Mei 1979; umur 37 tahun) adalah mantan pegawai negeri sipil di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Indonesia. Gayus besar dan lahir di Warakas, Jakarta Utara. Dia anak kedua dari 5 bersaudara , putra dari Amir Syarifuddin Tambunan. Gayus menikah dengan Milana Anggraeni dan mempunyai lima orang anak.

Pada dakwaan pertama, Gayus dijerat terkait perbuatannya mengurangi keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal dengan total Rp570.952.000.Gayus diduga melakukan itu secara bersama-sama dengan Penelaah Keberatan dan Banding, Humala Setia Leonardo Napitupulu; Kepala Seksi Pengurangan dan Keberatan I, Maruli Pandapotan Manurung; Kepala Sub Direktorat Pengurangan dan Keberatan, Johnny Marihot Tobing; dan Direktur Keberatan dan Banding, Bambang Heru Ismiarso.

Pada dakwaan kedua,Gayus terbukti menerima suap Rp 925 juta dari Roberto Santonius, konsultan pajak, terkait dengan kepengurusan gugatan keberatan pajak PT. Metropolitan Retailmart. Mantan pegawai pajak itu juga menerima uang US$ 3,5 juta atau sekitar Rp 31,5 miliar dari Alif Kuncoro, perantara penerima order dari tiga perusahaan Grup Bakrie, yakni PT Kaltim Prima Coal, PT Arutmin, dan PT Bumi Resource. Adapun pemerincian pemberian uang dari Alif itu, sebesar US$ 1 juta atau sekitar Rp 9 miliar, terkait dengan pembuatan surat permohonan banding dan surat bantahan pajak untuk PT Bumi Resource. Ada lagi uang US$ 500 ribu (Rp 4,5 miliar) terkait dengan kepengurusan Surat Ketetapan Pajak PT Kaltim Prima Coal pada 2001-2005. Lalu uang sebesar US$ 2 juta (Rp 18 miliar) untuk mengupayakan PT Kaltim Prima Coal dan PT Arutmin mendapat fasilitas sunset policy.

Pada dakwaan ketiga,Gayus terbukti melakukan pencucian uang terkait dengan penyimpanan uang miliknya yang berasal dari hasil tindak pidana ke dalam safe deposit box Bank Mandiri cabang Kelapa Gading serta ke berbagai rekening di beberapa bank.

Pada dakwaan keempat, Gayus menyuap sejumlah petugas Rumah Tahanan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, serta Kepala Rutan Iwan Siswanto antara Rp 1,5-4 juta. Tujuan suap itu agar Gayus dapat bebas ke luar tahanan dan menonton pertandingan tenis internasional di Bali. Selain itu,Gayus didakwa telah memberikan uang sebesar 40 ribu dollar AS kepada Hakim Muhtadi Asnun agar membebaskan dirinya dari jeratan hukum.

Dakwaan lain menyebutkan bahwa Gayus memberikan keterangan palsu kepada Penyidik perihal uang sebesar 24,6 M di dalam Rekening Tabungannya serta membuat perjanjian baru dengan Andi Kosasih untuk membuka rekening banknya yang telah di blokir. Gayus juga diperhentikan dari pekerjaannya secara tidak hormat.

Gayus ditangkap pada Selasa 30 Maret 2010, Tersangka skandal pajak yang menjadi buronan Mabes Polri ditangkap bersama keluarganya di Hotel Mandarin Orchard kawasan Orchid Road, Singapura. Tak hanya Gayus, polisi juga mengamankan Meliana Anngraeni, istri Gayus dan anaknya yang ikut dalam pelarian ke Singapura. Tim Mabes Polri melakukan penangkapan bersama dengan tim independen. Dalam penangkapan ini, selain tim Polri pimpinan Kombes M Iriawan, tim independen dari Kompolnas dan Kabareskrim Polri Komisaris Jenderal Ito Sumardi juga ikut mengawasi penangkapan ini. Menyusul untuk memastikan penangkapan itu adalah tim dari Satgas Pemberantasan Mafia Hukum Denny Indrayana dan Mas Achmad Santosa.

Sidang Akhir Gayus. Gayus terdakwa kasus penggelapan pajak Gayus Tambunan akhirnya menerima keputusan akhir dari Hakim Pengadilan Negeri Jakarta. Gayus dihukum 8 tahun penjara dan denda sebesar Rp. 300 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayarkan diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan. Vonis yang dijatuhkan atas Gayus jauh dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut hukuman 20 tahun penjara ditambah denda sebesar Rp. 500 juta.

Jeratan Hukuman. Vonis pengadilan menyatakan bahwa Gayus terjerat 4 pasal berlapis yaitu korupsi, suap,penggelapan dan pencucian uang. Adapun pasal–pasal yang menjerat yaitu sebagai berikut:

Pertama, Gayus dijerat dengan Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (Tipikor). Dia diduga memperkaya diri sendiri. Gayus telah merugikan keuangan negara sebesar RP 570.952.000, terkait penanganan keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal Sidoarjo.

Kedua, Gayus dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a No 31/1999 Tindak Pidana Korupsi. Dia dituding melakukan penyuapan sebesar 760 ribu dolar terhadap penyidik Mabes Polri M Arafat Enanie, Sri Sumartini, dan Mardiyani.

Ketiga, Gayus dijerat pasal 6 ayat 1 huruf a No 31/1999 tindak pidana korupsi karena telah memberikan sejumlah uang sebesar 40.000 dolar AS kepada Hakim Muhtadi Asnun, Ketua Majelis Hakim yang menangani perkara Gayus di Pengadilan Negeri Tangerang.

Keempat, Gayus dijerat dengan Pasal 22 Jo Pasal 22No 31/1999 Undang-undang tindak pidana korupsi. Gayus didakwa telah dengan sengaja memberi keterangan yang tidak benar untuk kepentingan penyidikan.

Potensi Kerugian. Dalam kasus korupsi terkait Mafia Pajak Gayus Tambunan Audit investivigasi gabungan menemukan dugaan pelanggaran yaitu tindakan memperkaya diri atau Korupsi sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp. 646 miliar dan US$21,1 juta dan dua wajib pajak terkait sunset policy dengan potensi kerugian negara Rp. 339 miliar.